Primus Buka Bimtek IKM di Bogor

Anggota DPR-RI Primus Yustisio dalam sambjutannya di acara pembukaan Bimtek IKM di Hotel Grand Cempaka Bogor)

Rabu (13/2/2019), bertempat di hotel Grand Cempaka, Mega Mendung Bogor, anggota DPR RI Komisi VI, Primus Yustisio, membuka acara Bimtek IKM bersama Kemenperin. Kegiatan ini melibatkan sekitar 200 lebih palaku usaha IKM di wilayah kabupaten Bogor.

Dalam sambutannya, dengan mengutip data Beppenas, Primus katakan, Indonesia membutuhkan ± 4 juta wirausahawan baru untuk turut mendorong penguatan struktur ekonomi nasional. Saat ini, rasio wirausahawan di dalam negeri berdasarkan data Kemenperin (2018), masih sekitar 3,1% dari total populasi penduduk atau sekitar 8,06 juta orang. Kita masih jauh tertinggal dengan negara selevel.

Sementara, berdasarkan World Economic Forum (2018), rasio wirausaha Singapura saat ini sudah mencapai angka 7%, sedangkan Malaysia berada di level 5%. Memang ukuran ekonomi kita besar dari sisi GDP. Tapi dari strukturnyaa, lebih banyak disumbang oleh konsumsi. Menurut RPJMN era Jokowi ekonomi direncanakan tumbuh 7%. Ini tidak akan terwujud dengan rasio wirausaha yang cuma 3,1%.

Data BPS (2018) mengkonfirmasi, bahwa pertumbuhan ekonomi 5,17%, lebih ditopang oleh konsumsi rumah tangga (RT) sebesar 2,74 persen. Kemudian disusul pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi menyumbang 2,17 persen. Sementara, net ekspor tercatat minus 0,99 persen karena laju pertumbuhan impor yang lebih kencang dari ekspor. Adapun sisanya berasal dari konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (0,1 persen) dan konsumsi pemerintah (0,38 persen).

Menurutnya, kalau dilihat dari struktur pertumbuhan ekonomi yang demikian, boleh dibilang, pertumbuhan ekonomi ini lebih banyak disumbang oleh kerja rakyat. Karena konsumsi rumah tangga (RT), yang paling tinggi berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi 2018.

Memang hal ini juga perlu dilihat dari sisi kinerja pemerintah dan bank sentral dalam menjaga inflasi, agar daya beli masyarakat tetap stabil. Tapi dari sisi kontribusi, justru peran masyarakat yang lebih tinggi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasioanal.

Masalahnya, struktur pertumbuhan ekonomi yang didominasi konsumsi, tidak sejalan dengan kemampuan pemerintah dari sisi produksi nasional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri. Akibatnya kita menjadi negara yang malas produksi dan lebih doyan impor.

Hal inipun dapat dilihat dari kontribusi industri olahan/manufaktur yang belakangan kontribusinya terhadap PDB menurun. Sesuai data BPS (2018), Industri pengolahan berkontribusi sebesar 19,83% ke PDB. Angka ini turun dari kuartal sebelumnya yang sebesar 20,27% ke PDB. Mau tidak mau harus dibilang, bahwa ini gejala deindustrialisasi. Ini bukan pesimisme. Tapi sebatas mengingatkan, agar kita mawas diri. Waspada !

Paparan di atas, adalah gambaran makro terhadap struktur ekonomi kita yang rapuh. Kita tidak bisa terus menerus beralasan pada faktor eksternal. Tapi dari dalam, tidak mampu mendorong dan memperkuat struktur ekonomi dari sisi ranah industri.

Dengan demikian harapan politisi PAN ini, pendidikan dan pelatihan IKM adalah dalam rangka mempersiapkan SDM industrial berbasis pada keunggulan lokal. Kabupaten Bogor ini punya potensi ekonomi dari sisi IKM pertanian. Kalau ada SDM berbasis industrial yang mumpuni, juga ditopang oleh akses pembiayaan dan permodalan, maka ke depan IKM akan tumbuh sebagai salah satu kontributor ekonomi daerah bahkan nasional (Adm).

Share This Post

Post Comment